Kamis, 29 Januari 2015

UAS Filsafat Ilmu Komunikasi dan Logika


Nama : Yanthi
NIM : 201452160
Sesi : 10


HUBUNGAN TIDUR DENGAN KULIT KUSAM


A.  LATAR BELAKANG
Tidur adalah proses aktif yang melingkupi 1/3 waktu hidup manusia. Sayangnya hanya sedikit penelitian yang membahas hubungan kesehatan tidur dengan kecantikan kulit. Padahal, kita sudah lama mendengar tentang beauty sleep. Ya, artinya tidur dapat mempercantik kulit seseorang. (Dr. Andreas Prasadja 2013)      
Faktanya, ketika kita kekurangan tidur, kulit tampak kusam tak bercahaya. Ini disebabkan oleh meningkatnya hormon stres hingga meningkatkan peradangan/inflamasi pada kulit yang tentu buruk akibatnya pada kualitas kulit.

B.  MASALAH

Adakah hubungan antara tidur dengan kulit kusam ?


C.   KERANGKA TEORI

1.    Pengertian Tidur

Menurut Guyton & Hall (1997), Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana seseorang masih dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsangan lainnya.

Menurut Potter & Perry (2005), Tidur merupakan  proses fisiologi yang bersiklus bergantian dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan.

Tidur merupakan kondisi tidak sadar dimana individu dapat dibangunkan oleh stimulasi atau sensorik yang sesuai (Guyton dalam Aziz Alimun H) atau juga dapat dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relatif,bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu siklus yang berulang, dengan ciri adanya aktifitas yang minim , memiliki kesadaran yang bervariasi terhadap perubahan fisiologis dan terjadi penurunan respon terhadap rangsangan dari luar.

Kesimpuan : Tidur adalah suatu keadaan relative tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badanlah yang berbeda.

( Sumber ; http://www.e-jurnal.com/2013/12/pengertian-tidur-menurut-para-ahli.html?m=1 )


1.1.    Faktor-faktor yang mempengaruhi Tidur

              Kualitas tidur dipengaruhi beberapa faktor, kualitas tersebut dapat menunjukan adanya                   kemampuan seseorang untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan                               kebutuhannya.    
          
             Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur antara lain adalah :

-       Penyakit

-       Kelelahan

-       Stres

-       Obat

-       Nutrisi

-       Lingkungan


2.     Pengertian Kulit Kusam

Kulit kusam adalah Kulit yang terkeatinisasi, yang dimaksud dengan kulit terkeatinisasi adalah ketika sel-sel kulit mati menumpuk dan menutupi kulit baru, yang menyebabkan kulit kusam. Kulit kusam terjadi saat kulit memiliki kandungan minyak di bawah normal. Akibatnya, kulit kita terlihat lebih gelap dan kering.

( Sumber ; http://kamuskesehatan.com/arti/kulit-terkeratinisasi/ )



         2.1.  Faktor-Faktor yang menyebab Kulit Kusam

Berikut ini adalah faktor penyebab umum dari kulit wajah yang kusam, adalah sebagai berikut:

-       Stress
-       Diet yang tidak sehat
-       Kurang tidur
-       Efek dari sinar ultraviolet
-       Kurangnya waktu istirahat dan pola tidur yang tidak teratur
-       Suka minum alkohol
-       Merokok
-       Efek samping negatif dari penggunaan kosmetik

D.  KERANGKA BERFIKIR

Tidur yang cukup sangat mempengaruhi pada kesehatan kulit. Jika seseorang kurang tidur maka tubuh akan melepaskan lebih banyak hormon stres atau kortisol. Dalam jumlah yang berlebihan, kortisol dapat memecah kolagen kulit, atau protein yang membuat kulit tetap halus dan elastis. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan kulit kusam, garis-garis halus pada wajah dan lingkaran hitam di bawah mata. Contohnya orang mengalami kulit pucat dan mata bengkak setelah beberapa malam kurang tidur.


                                  
E.   HIPOTESIS

      
      Tidur dan Kulit Kusam keduanya ternyata saling berhubungan erat. Gangguan tidur         menurunkan kualitas kulit, bahkan memperburuk penyakit kulit, sementara penyakit kulit sendiri dapat mengganggu kualitas tidur. Kurang tidur akan memperburuk kondisi kulit. Begitu kita kekurangan tidur, sel-sel inflamasi dalam tubuh akan meningkat. Tandanya, ku;it menjadi kusam, jerawat bermunculan, kulit jadi sensitif, reaksi alergi kulit memburuk dan iritasi pada kulit pun jadi semakin parah. Semakin kurang tidur, semakin banyak kita membutuhkan produk-produk perawatan kulit.


Kurang tidur juga akan merusak struktur kecantikan alami kulit. Sel-sel inflamasi yang meningkat kadarnya akan merusak asam hialuronat dan kolagen. Keduanya  adalah bahan yang membuat kulit kenyal dan bercahaya.
Gangguan pada tidur, akan membuat penyakit-penyakit yang berhubungan dengan sistem imun kita jadi semakin buruk. Penyakit-penyakit kulit seperti psoriasis dan eksim (eczema) akan kambuh saat mengalami kekurangan tidur.




DAFTAR PUSTAKA


http://health.kompas.com/read/2013/04/23/08414217/Tidur.dan.Kecantikan.Kulit..Apa.Kaitannya

http://www.e-jurnal.com/2013/12/pengertian-tidur-menurut-para-ahli.html?m=1

http://kamuskesehatan.com/arti/kulit-terkeratinisasi/































Senin, 19 Januari 2015

Statistika

Yanthi 201452160


STATISTIKA


            Konsep satatistika sering dikaitkan dengan distribusi variable yang ditelaah dalam suatu populasi tertentu. Abraham Demoivre (1667-1754) mengembangkan teori galat atau keliruan (theory of error). Pada tahun 1757 Thomas Simpson menyimpulkan bahwa terdapat suatu distribusi yang berlanjut (continuous distribution) dari suatu variable dalam suatu frekuensi yang cukup banyak. Pierre Simon de Laplace (1749-1827) mengembangkan konsep Demoivre dan Simpson ini lebih lanjut dan menemukan distribusi normal; sebuah konsep yang mungkin paling umum dan paling banyak digunakan dalam analisis statistika di samping teori peluang. Distribusi lain, yang tidak berupa kurva normal, kemudian ditemukan Francis Galton (1822-1911), dan Karl Pearson  (1857-1936)
            Statistika yang relatif sangat mudah dibandingkan dengan matematika, berkembang dengan sangat cepat terutama dalam dasawarsa lima puluh tahun belakangna ini. Penelitian ilmiah, baik yang berupa survai maupun eksperimen, dilakukan dengan lebih cermat dan teliti mempergunakan teknik-teknik statistika yang diperkembangkan sesuai dengan kebutuhan.


Statistik dan Cara Berpikir Induktif

            Ilmu secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Semua prnyataan ilmiah adalah  bersifat faktual, dimaana konsekuensinya dapat diuji baik dengan jalan mempergunakan pancaindra, maupun dengan mempergunakan alat-alat yang membantu pancaindra tersebut.pengujian secara empiris merupakan salah satu mata rantai dalam metode ilmiah yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya.
            Logika deduktif berpaling kepada matematika sebagai sarana penalaran penarikan kesimpulan, sedangkan logika induktif  berpaling pada statistika. Statistika merupakan pegetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif secara lebih seksama.
            Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik. Statistik juga memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kausalita antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris. Statistik  berfungsi meningkatkan ketelitian pengamatan kita dalam menarik kesimpulan dengan jalan menghindarkan hubungan  semu yang bersifat kebetulan.
            Secara hakiki statistika mempunyai kedudukan yang sama dlam penarikan kesimpulan induktif seperti matematika dalam penarikan kesimpulan secara deduktif. Demikan juga penarikan kesimpulan deduktif dan induktif keduanya mempunyai kedudukan yang sama pentingnya dalam penelaahan keilmuan.


Karakter Berpikir Induktif

            Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan secara induktif berdasarkan peluang tersebut. Dasar dari teori statistika adalah teori peluang. Teori peluang merupakan cabang dari matematika, sedangkan statistika sendiri merupakan disiplin tersendiri. Menurut bidang pengkajiannya statistika dapat kita bedakan sebagai statistika teoretis dan statiska terapan. Statistika teoretis merupakan pengetahuan yang mengkaji dasar-dasar teori statistika,dimulai  dari teori penarikan contoh : distribusi, penaksiran, dan peluang. Sedangkan statistika terapan merupakan penggunaan statistika teoretis yang disesuaikan dngan bidang tempat penerapannya.            
            Penguasaan statistika mutlak diperlukan untuk dapat berpikir ilmiah dengan sah. Berpikir logis secara deduktif sering sekali dikacaukan dengan berpikir logis secara induktif. Kekacauan logika inilah yang menyebabkan kurang berkembangnya ilmu di negara kita. Untuk mempercepat perkembangan kegiatan keilmuan di negara kita, maka penguasaan berpikir induktif dengan statistika sebagai alat berpikirnya harus mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh.
            Statistika harus mendapat tempat yang sejajar dengan matematika agar keseimbangan berpikir deduktif dan induktif yang merupakan ciri dari berpikir ilmiah dapat dilakukan dengan baik. Statistika merupakan sarana berpikir yang diperlukan untuk memproses pengetahuan secara ilmiah. Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah maka statistika membantu kita untuk melakukan generalisasi dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan

Sabtu, 13 Desember 2014

Matematika dan Statistika



TUGAS FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA



DI SUSUN OLEH :
YANTHI
NIM 2014-52-160


FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2014






MATEMATIKA



Matemaktika sebagai  Bahasa

Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artifisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya.
Dalam hal ini dapat kita katakan bahwa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat kubur,majemuk,dan emosional dari bahasa verbal. Lambang-lambang dari matematika dibikin secara artifisal dan individual yang merupakan perjanjian yang berlaku khusus untuk masalah yang sedang kita kaji. Umpamanya bila kita sedang mempelajari kecepatan jalan kaki seorang anak maka obyek “kecepatan jalan kaki seorang anak” tersebut dapat kita lambangkan dengan x. Dalam hal ini maka x hanya mempunyai arti yakni “kecepatan jalan kaki seorang anak”. Disamping itu lambang x tidak bersifat majemuk sebab x hanya melambangkan “kecepatan jalan kaki seorang anak” dan tidak mempunyai pengertian yang lain. Demikian juga jika kita hubungkan “kecepatan jalan kaki seorang anak” dengan obyek lain umpamanya “jarak yang ditempuh seorang anak” (yang kita lambangkan dengan y) maka kita dapat melambangkan hubungan tersebut sebagai z=y/x dimana z melambangkan “waktu berjalan kaki seorang anak”. Pernyataan z=y/x kiranya jelas tidak mempunyai konotasi emosional dan hanya mengemukakan informasi mengenai hubungan antara x,y,dan z. Secara ini maka pernyataan matematika mempunyai sifat yang jelas,spesifik dan informatif dengan tidak menimbulkan konotasi yang bersifat emosional.


Sifat Kuantitatif dari Matematika

Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungikinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Dengan bahasa verbal bila kita membandingkan dua obyek yang berlainan umpamanya gajah dan semut maka kita hanya bisa megatakan gajah lebih besar dari semut.
Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Demikian juga maka penjelasan dan ramalan yang diberikan oleh ilmu dalam bahasa verbal semuanya bersifat kualitatif. Kita bisa mengetahui bahwa logam kalau dipanaskan akan memanjang. Namun pengertian kita hanya sampai disitu, kita tidak bisa mengatakan dengan tepat berapa besar pertambahan panjangnya. Hal ini menyebabkan penjelasan dan ramalan yang diberikan oleh bahasa verbal tidak bersifat eksak,menyebabkan daya prediktif dan kontrol ilmu kurang cermat dan tepat.
Untuk mengatasi masalah ini matemtika mengembangkan konsep pengukuran. Lewat pengukuran, maka kita dapat mengetahui dengan tepat berapa panjang sebatang logam dan berapa pertambahan panjangnya kalau logam itu dipanaskan. Dengan mengetahui hal ini maka penyataan ilmiah yang berupa pernyataan kualitatif seperti “sebatang logam kalau dipanaskan akan memanjang” dapat diganti dengan pernyataan matematika yang lebih eksak umpamanya :
P₁ = P₀ (1 + 𝑛1)
Dimana P₁ merupakan panjang logam pada temperatur ₁ , P₀ merupakan panjang logam tersebut pada temperatur nol dan 𝑛 merupakan koefisien pemuai logam tersebut.
            Sifat kuantitatif  dari matematika ini meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu. Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif. Perkembangan ini merupakan suatu hal yang imperatif bila kita menghendaki daya prediksi dan kontrol yang lebih tepat dan cemat. Beberapa disiplin keilmuan, terutama ilmu-ilmu sosial agak mengalami kesukaran dalam perkembangan yang bersumber pada problema teknis dan dalam pengukuran. Pada dasarnya matematika diperlukan oleh semua displin keilmuan untuk meningkatkan daya prediksi dan kontrol dari ilmu tersebut.


Matematika Sarana Berpikir Deduktif

            kita semua kiranya telah mengenal bahwa jumlah sudut dalam sebuah segitiga adalah derajat. Seperti diketahui berpikir deduktif  adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan. Untuk menghitung jumlah sudut dalam  segitiga  tersebut kita mendasarkan kepada premis bahwa kalau terdapat dua garis sejajar maka sudut-sudut yang dibentuk kedua garis sejajar tersebut dengan garis ketiga adalah sama. Premis yang kedua adalah bahwa jumlah sudut yang dibentuk oleh sebuah garis lurus adalah 180 derajat.
            Kedua premis itu kemudian kita terapkan dalam berpikir deduktif untuk menghitung jumlah sudut-sudut dalam sebuah segitiga. Dari beberapa premis yang kita ketahui kebenarannya dapat diketemukan pengetahuan-pengetahuan lainnya yang memperkaya perbendaharaan ilmiah kita.



Perkembangan Matematika

            Ditinjau dari perkembangan maka ilmu dapat dibagi dalam tiga tahap yakni tahap sistematika, kompraratif, dan kuantitatif. Pada tahap sistematika maka ilmu mulai menggolong-golongkan obyek empiris kedalam kategori-kategori tertentu. Dalam tahap kompraratif kita mulai melakukan perbandingan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain,kategori yang satu ini dengan kategori yang lain, dan seterusnya. pada tahap kuantitatif di mana kita mencari hubungan sebab akibat tidak lagi berdasarkan perbandingan melainkan berdasarkan pengukuran yang aksak dari obyek yang sedang kita selidiki. Bahasa verbal berfungsi dengan baik dalam kedua tahap yang pertama namun dalam tahap yang  ketiga maka pengetahuan membutuhkan matematika. Lambang-lambang matematika bukan saja jelas namun juga eksak dengan mengandung informasi tentang obyek tertentu dalam dimensi-dimensi pengukuran.
            Matematika menurut Wittgenstein adalah metode berpikir logis. Berdasarkan perkembangannya maka masalah yang dihadapi  logika makin lama makin rumit dan membutuhkan struktur analisis yang lebih sempurna. Dalam perspektif inilah maka logika berkembang menjadi matematika, seperti disimpulkan oleh Bertrand Russell matematika adalah masa kedewasaan logika, sedangkan logika adalah masa kecil matematika.
            Memang tidak semua ahli filsafat setuju dengan pernyataan bahwa matematika adalah pengetahuan yang bersifat deduktif. Immanuel Kant (1724-1804) berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan sintentik a priori  di mana eksistensi matematika tergantung kepada dunia pengalaman kita. Namun pada dasarnya dewasa ini berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan yang bersifat rasional yang kebenarannya tidak tergantung kepada pembuktian secara empiris.
Grffits dan Howson (1974) membagi sejarah perkembangan matematika menjadi 4 tahap :
1. Matematika yang berkembang pada peradaban Mesir Kuno dan daerah sekitarnya,
2. Matematika yang berkembang pada peradaban Yunani,
3. Matematika berkembang di timur sekitar tahun 1000 bangsa Arab,India, dan Cina,
4. Matematika berkembang di zaman renaissance yang meletakan dasar bagi kemajuan matematika           modrn selanjutnya.
Selain itu, Ada dua sistem ukur dalam matematika, yaitu sistem Ilmu Ukur Euclid dan Ilmu Ukur Non-Euclid.


 Beberapa Aliran dalam Filsafat Matematika

                Dalam bagian terdahulu Immanuel Kant (1924-1804) yang berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan yang bersifat sintetik apriori di mana eksistensi matematika tergantung dari pancaindra serta pendapat dari aliran yang disebut logistik yang berpendapat bahwa matematika merupakan cara berpikir logis yang salah atau benarnya dapat ditentukan tanpa mempelajari dunia empirisis. Filsafat Kant tentang matematika ini mendapat momentum baru dalam aliran yang disebut intuisionis dengan eksponen utamanya adalah seorang ahli matematika bernama Jan Brouwer (1881-1966) yang menyatakan bahwa intuitif murni dari berhitung  merupakan titik tolak tentang matematka bilangan.
            Disamping dua aliran ini terdapat aliran ketiga yang dipelopori oleh David Hilbert (1862-1943) dan terkenal dengan sebutan kaum formalis. Kaum formalis menekankan kepada aspek formal dari matematika sebagai bahasa perlambang (sign-language) dan mengusahakan konsistensi dalam penggunaan matematika sebagai bahasa lambang.
            Kaum logistik mempergunakan sistem simbol yang diperkembangkan oleh kaum formalis dalam kegiatan analisisnya. Kaum intuisionis memberi titik total dalam mempelajari  matematika dalam perspektif kebudayaan suatu masyarakat tertentu yang memungkinkan diperkembangkannya filsafat pendidikan matematika yang sesuai. Ketiga pendekatan dalam matematika ini, lewat pemahamannya masing-masing, memperkukuh matematika sebagai sarana kegiatan berpikir deduktif.


Matematika dan Peradaban

            Matematika dapat dikatakan hampir sama tuanya dengan peradaban manusia itu sendiri. Sekitar 3500 tahun S.M. bangsa Mesir Kuno telah mempunyai simbol yang melambangkan angka-angka. Matematika merupakan bahasa artifisial yang dikembangkan untuk menjawab kekurangan bahasa verbal yang bersifat alamiah. Matematika tidak dapat dilepaskan dari perkembangan peradaban manusia. Penduduk kota yang pertama adalah makhluk yang berbicara (talking animal) dan penduduk kota kurun teknologi  adalah makhluk yang berhitung (calculating animal) yang hidup dalam jaringan angka-angka.








STATISTIKA


            Konsep satatistika sering dikaitkan dengan distribusi variable yang ditelaah dalam suatu populasi tertentu. Abraham Demoivre (1667-1754) mengembangkan teori galat atau keliruan (theory of error). Pada tahun 1757 Thomas Simpson menyimpulkan bahwa terdapat suatu distribusi yang berlanjut (continuous distribution) dari suatu variable dalam suatu frekuensi yang cukup banyak. Pierre Simon de Laplace (1749-1827) mengembangkan konsep Demoivre dan Simpson ini lebih lanjut dan menemukan distribusi normal; sebuah konsep yang mungkin paling umum dan paling banyak digunakan dalam analisis statistika di samping teori peluang. Distribusi lain, yang tidak berupa kurva normal, kemudian ditemukan Francis Galton (1822-1911), dan Karl Pearson  (1857-1936)
            Statistika yang relatif sangat mudah dibandingkan dengan matematika, berkembang dengan sangat cepat terutama dalam dasawarsa lima puluh tahun belakangna ini. Penelitian ilmiah, baik yang berupa survai maupun eksperimen, dilakukan dengan lebih cermat dan teliti mempergunakan teknik-teknik statistika yang diperkembangkan sesuai dengan kebutuhan.


Statistik dan Cara Berpikir Induktif

            Ilmu secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Semua prnyataan ilmiah adalah  bersifat faktual, dimaana konsekuensinya dapat diuji baik dengan jalan mempergunakan pancaindra, maupun dengan mempergunakan alat-alat yang membantu pancaindra tersebut.pengujian secara empiris merupakan salah satu mata rantai dalam metode ilmiah yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya.
            Logika deduktif berpaling kepada matematika sebagai sarana penalaran penarikan kesimpulan, sedangkan logika induktif  berpaling pada statistika. Statistika merupakan pegetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif secara lebih seksama.
            Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik. Statistik juga memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kausalita antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris. Statistik  berfungsi meningkatkan ketelitian pengamatan kita dalam menarik kesimpulan dengan jalan menghindarkan hubungan  semu yang bersifat kebetulan.
            Secara hakiki statistika mempunyai kedudukan yang sama dlam penarikan kesimpulan induktif seperti matematika dalam penarikan kesimpulan secara deduktif. Demikan juga penarikan kesimpulan deduktif dan induktif keduanya mempunyai kedudukan yang sama pentingnya dalam penelaahan keilmuan.


Karakter Berpikir Induktif

            Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan secara induktif berdasarkan peluang tersebut. Dasar dari teori statistika adalah teori peluang. Teori peluang merupakan cabang dari matematika, sedangkan statistika sendiri merupakan disiplin tersendiri. Menurut bidang pengkajiannya statistika dapat kita bedakan sebagai statistika teoretis dan statiska terapan. Statistika teoretis merupakan pengetahuan yang mengkaji dasar-dasar teori statistika,dimulai  dari teori penarikan contoh : distribusi, penaksiran, dan peluang. Sedangkan statistika terapan merupakan penggunaan statistika teoretis yang disesuaikan dngan bidang tempat penerapannya.           
            Penguasaan statistika mutlak diperlukan untuk dapat berpikir ilmiah dengan sah. Berpikir logis secara deduktif sering sekali dikacaukan dengan berpikir logis secara induktif. Kekacauan logika inilah yang menyebabkan kurang berkembangnya ilmu di negara kita. Untuk mempercepat perkembangan kegiatan keilmuan di negara kita, maka penguasaan berpikir induktif dengan statistika sebagai alat berpikirnya harus mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh.
            Statistika harus mendapat tempat yang sejajar dengan matematika agar keseimbangan berpikir deduktif dan induktif yang merupakan ciri dari berpikir ilmiah dapat dilakukan dengan baik. Statistika merupakan sarana berpikir yang diperlukan untuk memproses pengetahuan secara ilmiah. Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah maka statistika membantu kita untuk melakukan generalisasi dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan.